sENI WISATA
Seni wisata di dalam bahasa Inggris lazim disebut dengan tourism art yang artinya adalah seni yang diberdayakan untuk kepentingan usaha wisata. Seni wisata ini kadangkala disebut juga seni yang mengalami akulturasi (art by accukturation) yaitu sebuah seni yang timbul karena perpaduan kebudayaan antara kebudayaan pendatang (wisatawan) dan kebudayaan natif (lokal).
Yang dimaksud akulturasi adalah proses bertemunya dua kebudayaan atau lebih yang membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan ciri-ciri khas atau identitas masing-masing kebudayaan tersebut. Misalnya seni gambang kromong di Betawi adalah proses akulturasi antara seni Betawi, Sunda, Jawa, dan China yang hidup selama berabad-abad di Betawi. Demikian pula keroncong adalah sebuah genre seni musik atau pertunjukan musik, yang mengandung unsur-unsur seni musik Portugis, Melayu, dan Jawa, yang awalnya berkembang dari kawasan Tugu di Jakarta. Demikian pula dangdut adalah kesenian hasil akulturasi antara musik Melayu, India, Arab, Eropa, dan brbagai etnik di seluruh Nusantara.
Karena sifatnya yang demikian ini, maka tidak jarang seni wisata dikelompokkan sebagai seni yang mengalami metamorfosis (perubahan sesuai dengan tempat dan waktu tertentu). Sehingga di dalam istilah di dalam bahasa Inggris lazim disebut sebagai art by metamotphosis. Maknanya secara kepariwisataan adalah setelah mengalami lintasan ruang dan waktu maka seni wisata menyesuaikan dengan selera pasar dalam industri wisata, yang enderung berubah secara radikal dari masa ke masa. Di dalam seni wisata ini selalu terjadi juga hukum ekonomi yaitu hasil sesuai dengan permintaan (supply and demand). Denagn demikian, seni wisata akan sangat lentur, cair, dan mudah berubah.
Berdasarkan kajian-kajian yang bertumpu pada data di lapangan, maka seni wisata ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dikurangi nilainilai sakral atau ritualnya;
2. Diperpendek waktu pertunjukannya sesuai dengan waktu yang lazim bagi wisatawan;
3. Harga untuk pertunjukannya diusahakan agar semurah mungkin sesuai dengan kehendak ekonomis wisatawan pada umumnya’
4. Diselenggarakan secara reguler apakah harian, bulanan, tahunan, dan seterusnya, sehingga dapat memenuhi kalender kepariwisataan;
5. Diselenggarakan di tempat tertentu sesuai dengan kegiatan pariwisatanya yang memang diadakan baru sama sekali atau didaur ulang, misalnya Pesta Rakyat Danau Toba, Rondang Bintang, Pesta Buah, Yahobu, dan lain-lain.
6. Unik dan eksotik berdasarkan kebudayaan daerah setempat.